Kamis, 03 Februari 2011

1.Latar Belakang.
    
       Sementara itu Toean Horsik,putera dari penghulu di Tambak Bawang ini pergi merantau ke sebelah Timur. Ditengah perjalanan,terlihat olehnya seekor burung,lalu disumpitnya.Burung itu hampir mati tapi ketika hendak ditangkap ia terbang lagi. Dikejauhan terdengar kembali burung itu bernyanyi',Tintin niiii se on?"(cincin siapa ini).Burung itu diikutinya,disumpitnya lagi. Begitulah seterusnya,hingga tak disadari ia telah tiba di Nagur Nabolag,ibukota Kerajaan Nagur. Disana ia diterima dengan baik dan raja memintanya untuk menjadi pemburu pribadinya,sehingga ia dikenal dan dijuluki dengan panggilan Pangultopultop. Kemudian Raja Nagur meneerimanya menjadi menantu dan kepadanya diberikan sebuah peerkampungan baru yang dinamai Silou, dekat sebuah anak sungai yang bernama Bah Polung.
       Keahliannya menyumpit serta situasi negara yang mendesak untuk kebutuhan perang menyebabkan Pangultopultop diikut sertakan dalam pasukan kerajaan. Pada masa itu Aceh yang dipeerintah Sultan Riayat Syah Al Qahhar,yang naik tahta pada tahun 1537,menjalankan politik ekspansi yang didasari oleh motif pengislaman.Program demikian tentunya merupakan ancaman terhadap Kerajaan-Kerajaan Hindu di Sumatera, terutama bagi kerajaan-kerajaan Batak : Haru, Lingga dan Nagur.
       Tidak menunggu lama,pada bulan Juni 1539, mulailah Aceh membuka serangan. Untuk mengisolir Haru,Aceh lebih dahulu menyerang ke Selatan. Mengenai serangan pertama ini Ferdinand Mendez Pinto memberi dua laporan.

Berdirinya Kerajaan Silou

Sabtu, 22 Januari 2011

Pendahuluan.

1.Tinjauan.

   Kerajaan Silou adalah satu diantara kerajaan-kerajaan tertua dan tersebar di Sumatera Timur. Sebagai penerus Kerajaan Nagur yang beralih nama menjadi Nagur Bolag Silou dengan bentuk negara konfederasi. Tetapi oleh pengaruh Aceh konfederasi ini menjadi empat kerajaan yang masing2 berdiri sendiri yaitu : Silou, Panei, Siantar, dan Batang iou(Tanoh Jau yang kemudian beralih menjadi Tanah Jawa). Perpecahan ditubuh kerajaan Silou menimbulkan timbulnya empat kekuasaan baru yang lebih kecil yaitu Dolog Silou, Silimakuta, Purba dan Raya.
Dengan demikian terdapatlah tujuh kerajaan di Simalungun hingga masa pendudukan Belanda yaitu Dolog Silou,Silimakuta,Purba,Raya,Panei,Siantar dan Tanah Jawa.

2. Leluhur.

  Pustaha Silou dan cerita turun temurun dari orang-orangtua hanya menyebutkan bahwa leluhur Silou berasal dari Tambak Bawang.Tidak didapat informasi yang menjelaskan asal usul marga Tambak sebelum berdomisili di Simalungun.Cerita-cerita yang didapat dari orang-orang tua,kalaupun ada tidak sama. Ada yang menceeritakan bahwa leluhur Silou itu berasal dari Aceh. Tempat mereka yang pertama,ketika tiba dari Hindia Belakang,adalah di Banua,sebuah negri yang terletak di Teluk Kampai(Dlm bahasa Aceh: Kampai disebut Sampee yang berarti tiba).Tetapi ketika negeri itu diserang Majapahit pada tahun 1337, yang disusul dengan serangan kedua pada tahun 1347 terjadilah migrasi besar2an ke pedalaman Gayo(kayo atau gayo berarti lari),Lingga dan tiga orang lagi ke Selatan(Nagur).Tetapi oleh karena perbedaan pendapat dua dari yang ke Selatan ini pergi lebih jauh lagi menyeberang ke Samosir.(Samosir datang dari perkataan "samisir"(berangkat bersama). Salah seorang keturunan Nagur ini,yakni marga Purba, membuka perkampungan Tanjung Purba(kecamatan Cingkes sekarang). Disana ia kawin dengan boru Sembiring dari rumah bolon (mbelin) dan beroleh putra : Tambak, Tua/Tanjung,Sigumonrong dan Silangit. Tambak membentuk perkampungan baru dengan nama Tambak Bawang. Salah seorang keturunannya menjadi pangulu. Putera dari Penghulu ini ada 4 orang laki-laki dan seorang perempuan,yaitu Oppung Nengel,Putera Kedua(dikeramatkan),Tuan Horsik, Siboru Hasaktian, dan Putera Bungsu( yang pergi ke Sukanalu tempat asal usul ibunya).Hanya seorang dari mereka yaitu Oppung Nengel,yang tetap mendiami tanah leluhur. Keturunannyalah sebagian marga Tarigan Tambak yang ada di Bawang.

Rabu, 05 Januari 2011

Parsantabian.

Motto : Goraha Marhiteihon Hasadaon.

Salam Sejahtera :

Mardakkah ma jabijabi, Surdung hu dangsina,
Parlobei ahu marsattabi,Paima marsahap ilobei ni sanina.

"En Volk ohne Geschichte ist ein Volk ohne Kultur" (Bangsa tanpa sejarah ialah bangsa tanpa budaya),begitulah sebuah sebutan mengatakan. Purba Tambak patut merasa bangga karena tercatat dalam sejarah sebagai satu cabang etnik yang pernah menjadi penguasa tunggal di Simalungun, bahkan mencakup Serdang Bedagai dan sebagian Asahan sekarang.Tetapi akibat perpecahan demi perpecahan kejayaan itu menurun dan terus menurun hingga pada akhirnya hanya tinggal sebatas 2(dua)kecamatan.

Sejarah tidak boleh dilupakan.Sejarah merupakan pedoman untuk menentukan kebijakan dengan menggunakan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran agar dapat meniadakan yang buruknya.dan mengambil yang baiknya kedepan.Tujuan seperti itulah yang terkandung dibenak penulis ketika menyusun buku kecil ini.

Naskah Sejarah Silou ini disusun ketika penulis aktif di Bandung.Kemudian ketika penulis ikut menjadi anggota Parsadaan Purba Tambak Parluasan muncullah dorongan dari Tuan Bandaralam Purba Tambak dan JE Saragih untuk membukukannya. Maka dicetaklah naskah itu pada tahun 1985. Tentu saja pada edisi peertama itu masih ada beberapa bagian yang masih kabur. Sehubungan dengan berambahnya waktu,bertambah pulalah informasi,maka dirasa perlu untuk merevisinya agar lebih sempurna. Itulah dasar diterbitkannya Edisi Kedua ini. Meskipun tetap diakui bahwa kesempurnaan itu hanya pada Dia, Yang Awal dan Yang Akhir. Manusia tetap saja kekurangan.

Selain itu,pada edisi ini,tarombo juga sudah disempurnakan.Bila ada diantara sanina Purba Tambak ingin menambahkan atau melengkapinya dengan senang hati penulis menerimanya,(Tentunya dengan catatan: tidak berbau mitos,melainkan seperti kata2 yang dipinjam dari Muhammad Hatta : Fakta dan Logika).
Tidak harapan penulis, agar Purba/Tarigan Tambak meningkatkan jiwa seperasaan(saahap) sebagai langkah untuk membina persatuan demi terwujudnya kembali kejayaan Purba/Tarigan Tambak dihari depan. Seperti kata pepatah :

Ratah demban gatap, Lang malo bahen gunringan,
Anggo domma sauhur saahap,dapot ma hatunggungon.

Tubuh hayu andanak, i lambung ni palia,
Sai saut ma Purba/Tarigan Tambak
Marsangap marmulia,

Semoga. Diatei tupa,

Siloubuttu, medio Juni, 2008
Drs.Herman Purba Tambak,MA